Rabu, Februari 19, 2014

Cerpen - Bros Merah Rajutan Ibu



Bros Merah Rajutan Ibu


 “Wah, brosnya bagus sekali, Bu,” Gadis meloncat kegirangan menubruk tubuh kurus Ibunya.
“Terima kasih, Bu,” dia memeluk erat sang Ibu.
“Maaf ya, Ibu hanya bisa merajut bros kecil ini untuk hadiah ulang tahunmu,” rambut gadis kecil itu dibelai lembut Ibunya. Membuatnya makin terbuai di sisi Ibunya.
“Bu, ini sudah cukup,”
ZZZ
Kenangan itu masih sangat terbayang di ingatannya. Air matanya mulai meleleh. Memory dua tahun lalu, kembali muncul. Bros merah rajutan Ibu masih ia kenakan hingga kini. Tidak sedetik pun Gadis lepaskan dari pakaiannya. Bros itu hadiah terakhir Ibu, Gadis tidak ingin kehilangan moment, walau hanya dengan sebuah bros kecil hasil rajutan tangan Ibunya.
“Bros jelek masih dipakai saja, Dis?” Ejek temannya di sekolah.
Gadis tidak pernah mendengarkan setiap cemo’ohan dari teman-teman yang sering mengganggunya. Di sekolah, di rumah, dimana pun.
Bros merah itu memang sudah tidak merah lagi warnanya. Sudah pudar seiring berjalannya waktu. Tapi walau warnanya pudar, kasih sayang dalam merajutnya akan senantiasa ada. Melekat di relung hatinya.
ZZZ
“Dis, aku duluan ya,” kata Sachi.
Gadis sendiri di ruang ganti. Mengganti seragam putihnya dengan pakaian olahraga. Karena terburu-buru, Gadis melupakan benda yang sangat penting. Bros Ibu. Masih terpaut di seragam putihnya.
“Ini dia bros jelek itu,” Intan melempar-lemparkan bangga bros itu ke atas dan ditangkapnya lagi. Dia menyelipkan bros itu ke saku baju dan membawanya pergi entah ke mana.
Sejak kecil, Intan selalu iri dengan Gadis. Hanya karena Gadis anak yang periang, banyak teman dan sangat diperhatikan oleh Ibunya. Tidak seperti Intan yang selalu ditinggalkan Ibunya bekerja siang-malam. Intan tidak menyukainya.
“Kamu cari apa, Dis?” Sachi bingung melihat tingkah temannya yang sepertinya sedang kebingungan mencari sesuatu.
“Brosku, Chi, bros rajutan Ibuku,” katanya masih dengan tangan mengeluarkan segala isi tasnya.
“Memangnya tadi di letakkan dimana?” lanjutnya ikut khawatir.
“Disini, di baju putihku. Tadi aku lupa memakainya saat olahraga,”
Tubuhnya lemas. Gadis bersandar memeluk lutut di depan loker siswa. Tubuhnya seperti tak bertulang. Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya yang merona. Sachi hanya bisa menenangkan Gadis dengan usapan lembut di bahu.
ZZZ
“Dis, aku lihat bros kamu,” lengan Gadis di tarik oleh Sachi ke tempat dimana dia melihat bros merah milik Gadis.
Gadis tertegun. Bersimpuh dengan lemasnya di tepi selokan depan sekolah. Diraihnya bros merah yang kini berubah hitam karena terendam lumpur. Dia menangis lagi. Segera dia bawa bros rajut itu ke toilet. Mencucinya hingga kembali warna merahnya.
“Intan yang membuangnya, Dis, dia yang mengambil bros kamu saat kita olahraga,” Gadis menatap Sachi sejenak.
Gadis terlihat marah dengan kelakuan Intan yang terus mengganggunya.
“Tan, kenapa kamu ambil brosku dan membuangnya ke selokan?”
“Memangnya kenapa? Suka-suka aku dong.”
Gadis berusaha sesabar mungkin menghadapi Intan.
“Kenapa kamu selalu jahat sama aku, Tan? Aku salah apa padamu?”
“Aku benci melihatmu selalu memakai bros rajutan Ibumu itu!”
ZZZ
Bros itu belum lagi kering. Masih tergantung di kipas angin untuk dikeringkan. Gadis terus memandanginya. Gadis seperti bisa melihat wajah sang Ibu di bros rajut itu. 2 tahun ditinggal sang Ibu membuatnya sangat merasakan kekosongan.
“Brosnya disimpan saja, Dis,” ucap Ayah di sampingnya.
“Gadis ingin selalu dekat Ibu, Yah. Bros itu hadiah terakhir Ibu untuk ulang tahun Gadis.” Jawabnya tak bergeming.
“Dekat Ibu bisa dengan cara yang lain kan? Do’a misalnya. Malah bisa lebih berguna untuk Ibu di akhirat sana.” Gadis menatap sang Ayah yang tersenyum dalam.
Gadis menghambur ke pelukan Ayah. Tangisnya tak terbendung.
“Gadis rindu Ibu..”
Ayah memberikan sebuah kotak kecil, dengan tutup yang transparan sehingga bisa terlihat isi di dalamnya.
“Brosnya simpan di sini,” Gadis meletakkan bros merah yang baru saja kering.
Kembali ditatapnya sang Ayah, ringan sedikit rasa di hatinya. Ada Ayah yang menggatikan Ibu, walau tidak sepenuhnya seperti Ibu. Gadis mencintainya.
ZZZ

(Terbit dalam Buku Antologi Bersama "Gadis Tudung Merah" Penerbit Harfeey)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar