Bros
Merah Rajutan Ibu
“Wah, brosnya bagus sekali, Bu,” Gadis
meloncat kegirangan menubruk tubuh kurus Ibunya.
“Terima
kasih, Bu,” dia memeluk erat sang Ibu.
“Maaf
ya, Ibu hanya bisa merajut bros kecil ini untuk hadiah ulang tahunmu,” rambut
gadis kecil itu dibelai lembut Ibunya. Membuatnya makin terbuai di sisi Ibunya.
“Bu,
ini sudah cukup,”
ZZZ
Kenangan
itu masih sangat terbayang di ingatannya. Air matanya mulai meleleh. Memory dua
tahun lalu, kembali muncul. Bros merah rajutan Ibu masih ia kenakan hingga
kini. Tidak sedetik pun Gadis lepaskan dari pakaiannya. Bros itu hadiah
terakhir Ibu, Gadis tidak ingin kehilangan moment, walau hanya dengan sebuah
bros kecil hasil rajutan tangan Ibunya.
“Bros
jelek masih dipakai saja, Dis?” Ejek temannya di sekolah.
Gadis
tidak pernah mendengarkan setiap cemo’ohan dari teman-teman yang sering
mengganggunya. Di sekolah, di rumah, dimana pun.
Bros
merah itu memang sudah tidak merah lagi warnanya. Sudah pudar seiring
berjalannya waktu. Tapi walau warnanya pudar, kasih sayang dalam merajutnya
akan senantiasa ada. Melekat di relung hatinya.
ZZZ
“Dis,
aku duluan ya,” kata Sachi.
Gadis
sendiri di ruang ganti. Mengganti seragam putihnya dengan pakaian olahraga.
Karena terburu-buru, Gadis melupakan benda yang sangat penting. Bros Ibu. Masih
terpaut di seragam putihnya.
“Ini
dia bros jelek itu,” Intan melempar-lemparkan bangga bros itu ke atas dan
ditangkapnya lagi. Dia menyelipkan bros itu ke saku baju dan membawanya pergi
entah ke mana.
Sejak
kecil, Intan selalu iri dengan Gadis. Hanya karena Gadis anak yang periang,
banyak teman dan sangat diperhatikan oleh Ibunya. Tidak seperti Intan yang
selalu ditinggalkan Ibunya bekerja siang-malam. Intan tidak menyukainya.
“Kamu
cari apa, Dis?” Sachi bingung melihat tingkah temannya yang sepertinya sedang
kebingungan mencari sesuatu.
“Brosku,
Chi, bros rajutan Ibuku,” katanya masih dengan tangan mengeluarkan segala isi
tasnya.
“Memangnya
tadi di letakkan dimana?” lanjutnya ikut khawatir.
“Disini,
di baju putihku. Tadi aku lupa memakainya saat olahraga,”
Tubuhnya
lemas. Gadis bersandar memeluk lutut di depan loker siswa. Tubuhnya seperti tak
bertulang. Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya yang merona. Sachi
hanya bisa menenangkan Gadis dengan usapan lembut di bahu.
ZZZ
“Dis,
aku lihat bros kamu,” lengan Gadis di tarik oleh Sachi ke tempat dimana dia
melihat bros merah milik Gadis.
Gadis
tertegun. Bersimpuh dengan lemasnya di tepi selokan depan sekolah. Diraihnya
bros merah yang kini berubah hitam karena terendam lumpur. Dia menangis lagi.
Segera dia bawa bros rajut itu ke toilet. Mencucinya hingga kembali warna
merahnya.
“Intan
yang membuangnya, Dis, dia yang mengambil bros kamu saat kita olahraga,” Gadis
menatap Sachi sejenak.
Gadis
terlihat marah dengan kelakuan Intan yang terus mengganggunya.
“Tan,
kenapa kamu ambil brosku dan membuangnya ke selokan?”
“Memangnya
kenapa? Suka-suka aku dong.”
Gadis
berusaha sesabar mungkin menghadapi Intan.
“Kenapa
kamu selalu jahat sama aku, Tan? Aku salah apa padamu?”
“Aku
benci melihatmu selalu memakai bros rajutan Ibumu itu!”
ZZZ
Bros
itu belum lagi kering. Masih tergantung di kipas angin untuk dikeringkan. Gadis
terus memandanginya. Gadis seperti bisa melihat wajah sang Ibu di bros rajut
itu. 2 tahun ditinggal sang Ibu membuatnya sangat merasakan kekosongan.
“Brosnya
disimpan saja, Dis,” ucap Ayah di sampingnya.
“Gadis
ingin selalu dekat Ibu, Yah. Bros itu hadiah terakhir Ibu untuk ulang tahun
Gadis.” Jawabnya tak bergeming.
“Dekat
Ibu bisa dengan cara yang lain kan? Do’a misalnya. Malah bisa lebih berguna
untuk Ibu di akhirat sana.” Gadis menatap sang Ayah yang tersenyum dalam.
Gadis
menghambur ke pelukan Ayah. Tangisnya tak terbendung.
“Gadis
rindu Ibu..”
Ayah
memberikan sebuah kotak kecil, dengan tutup yang transparan sehingga bisa terlihat
isi di dalamnya.
“Brosnya
simpan di sini,” Gadis meletakkan bros merah yang baru saja kering.
Kembali
ditatapnya sang Ayah, ringan sedikit rasa di hatinya. Ada Ayah yang menggatikan
Ibu, walau tidak sepenuhnya seperti Ibu. Gadis mencintainya.
ZZZ
(Terbit dalam Buku Antologi Bersama "Gadis Tudung Merah" Penerbit Harfeey)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar